1. Jelaskan istilah – istilah perjanjian
international??
·
1. Traktat (treaty), perjanjian paling formal yang
merupakan persetujuan dari dua Negara atau lebih. Perjanjian ini khusus
mencakup bidang politik dan ekonomi.
·
2. Konvensi (convention), persetujuan
formal yang bersifat multilateral dan tidak berurusan dengan kebijakan tingkat
tinggi(high policy).
·
3. Protokol (protocol),
persetujuan yang tidak resmi dan pada umumnya tidak dibuat oleh kepala Negara.
Biasanya protocol mengatur masalah-masalah tambahan seperti penafsiran
klausal-kalusal tertentu.
·
4. Persetujuan (agreement), perjanjian yang bersifat teknis atau
administrative. Persetujuan ini tidak perlu ratifikasi karena tidak seresmi
traktat atau konvensi.
·
5. Charter, istilah yang dipakai dalam perjanjian
internasional untuk pendirian badan yang melakukan fungsi administrative.
Misalnya Atlantic Charter 1941 yang mengilhami berdirinya PBB.
·
6. Pakta (pact), istilah yang menunjukkan suatu
perjanjian yang lebih khusus. Misalnya Pakta pertahanan NATO, SEATO.
·
7. Piagam (statute), himpunan
peraturan yang ditetapkan oleh peraetujuan internasional.
·
8. Deklarasi (declaration),
perjanjian internasional yang berbentuk traktat dan dokumen tidak resmi.
Deklarasi sebagai traktat jika menerangkan suatu judul dari batang tubuh
ketentuan traktat, dan sebagai dokumen tidak resmi apabila merupakan lampiran
pada traktat atau konvensi.
·
9 Modus Vivendi
Adalah
document untuk mencatat peraetujuan international yang bersifat sementara ,sampi
berhasil meujudkan yang lebih permanent ,terinci dan sistematis serta tidak
memerlukan ratifikasi
·
10 Proses verbal
Adalah
catatan ,ringkasan atau kesimpulan konferensi diplomatik .Dapat pula merupakan
catatan permufakatan dan tidak diratifikasi
2. Uraikan tahap perjanjian international yang
membutuhkan ratifikasi / pengesahan
A. Perundingan (Negotiation)
Tahap ini
merupakan langkah awal bagi negara-negara untuk menentukan objek perjanjian.
Pada tahap perundingan ini akan dibicarakan mengenai hak dan kewajiban yang
harus dilakukan setelah disepakati dalam perjanjian, termasuk keuntungan dan
kerugian serta mekanisme pelaksanaan perjanjian.
Dalam tahap
perundingan biasanya suatu Negara akan diwakili oleh kepala Negara, kepala
pemerintahan, menteri luar negeri, dan bisa juga oleh pejabat Negara yang
ditunjuk. Apabila yang mewakili adalah pejabat Negara lainnya maka memerlukan
surat kuasa penuh (Full power/ Credentials). Namun jika yang mewakili
adalah kepala Negara/pemerintahan, dan menteri tidak memerlukan surat kuasa
penuh .
Perundingan
yang dialakukan dalam perjanjian bilateral disebut dengan “talk”. Sedangkan
dalam perjanjian multilateral disebut dengan “diplomatic conference”.
B. Penandatanganan
(Signature)
Tahap ini merupakan tahapan yang penting
karena menjadi bukti nyata suatu Negara mengikat atau tidak dalam perjanjian.
Penandatanganan dapat dilakukan oleh kepala pemerintahan ataupun oleh menteri
luar negeri.
c. Persetujuan Parlemen ( The Approval of Parliament)
setelah perjanjian
international ditanbda tangani oleh menlu atau duta besar yang ditunjuk oleh Negara
atau mewakili setiap pemerintahannya ,naskah dibawah kesetiap Negara untk di
pelajari selanjutnya naskah dibawah ke Dewan Perwakilan Rakyat untk di pelajari
dan dibahas bersama- sama dengan pemerintah .tujuan pembahsanya adalah untk
diketahui apakah perjanjian international tersebut menguntungkan ,baik dari
segi kepentingan nasional maupun international ,,untuk disetujui atau Dewan
Perwakilan Rakyat dapat menolaknya
D.
Pengesahan (Ratification)
Pengesahan
atau ratification merupakan cara yang sudah melembaga dalam pembuatan
perjanjian internasional. Ratifikasi bertujuan memberikan kesempatan kepada
Negara-negara guna mengadakan peninjauan serta pengamatan apakah negaranya
dapat diikat oleh perjanjian itu atau tidak. Selain itu. dengan adanya
ratifikasi akan menumbuhkan keyakinan pada lembaga perwakilan rakyat bahwa yang
menandatangani isi perjanjian tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan
kepentingan rakyat.
Dasar hukum
adanya ratifikasi diatur dalam:
1.
Pasal 11 konvensi Wina 1969
2.
Pasal 43 sub 3 piagam PBB
3.
Pasal 120 konstitusi ILO
Dalam
perundang-undangan Negara Indonesia, ratifikasi diatur dalam pasal 11 UUD 1945,
3 Macam – Macam Perjanjian International
1.
Menurut
Subjeknya.
§
Perjanjian
antar negara yang dilakukan oleh banyak negara yang merupakan subjek hukum
internasional.
§
Perjanjian
antara negara dengan subjek hukum internasional yang lain misal organisasi
internasional.
§
Perjanjian
antar subjek hukum internasional selain negara.
2.
Menurut Isinya.
§
Perjanjian
di bidang ekonomi, misal IMF.
§
Perjanjian
di bidang hukum, misal batas negara.
§
Perjanjian
di bidang kesehatan, misal penanggulangan AIDS.
3.
Menurut Proses Pembentukannya.
§
Perjanjian
yang bersifat penting yang dibuat melelui proses perundingan, penandatanganan
dan ratifikasi.
§
Perjanjian
yang bersifat sederhana yang dibuat melalui dua tahap yaitu perundingan dan
penandatanganan.
4.
Menurut Fungsinya.
§
Perjanjian
yang membentuk hukum yaitu perjanjian yang yang meletakkan ketentuan ketentuan
hukum bagi masyarakat internasional secara keseluruhan.
§
Perjanjian
yang bersifat khusus yaitu perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi
negara negara yang mengadakan perjanjian saja.
Perjanjian di bidang politik,misal pakta
pertahanan
5. Perjanjian Internasional
ditinjau dari jumlah pesertanya
Secara garis besar, ditinjau dari
segi jumlah pesertanya, Perjanjian Internasional dibagi lagi ke dalam:
a. Perjanjian Internasional Bilateral, yaitu Perjanjian
Internasional yang jumlah peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalamnya
terdiri atas dua subjek hukum internasional saja (negara dan / atau organisasi
internasional, dsb). Kaidah hukum yang lahir dari perjanjian bilateral
bersifat khusus dan bercorak perjanjian tertutup (closed treaty), artinya kedua
pihak harus tunduk secara penuh atau secara keseluruhan terhadap semua isi atau
pasal dari perjanjian tersebut atau sama sekali tidak mau tunduk sehingga
perjanjian tersebut tidak akan pernah mengikat dan berlaku sebagai hukum
positif, serta melahirkan kaidah-kaidah hukum yang berlaku hanyalah bagi kedua
pihak yang bersangkutan. Pihak ketiga, walaupun mempunyai kepentingan yang sama
baik terhadap kedua pihak atau terhadap salah satu pihak, tidak bisa masuk atau
ikut menjadi pihak ke dalam perjanjian tersebut.
b. Perjanjian Internasional Multilateral, yaitu Perjanjian
Internasional yang peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalam perjanjian
itu lebih dari dua subjek hukum internasional. Sifat kaidah hukum yang
dilahirkan perjanjian multilateral bisa bersifat khusus dan ada pula yang
bersifat umum, bergantung pada corak perjanjian multilateral itu sendiri. Corak
perjanjian multilateral yang bersifat khusus adalah tertutup, mengatur hal-hal
yang berkenaan dengan masalah yang khusus menyangkut kepentingan pihak-pihak
yang mengadakan atau yang terikat dalam perjanjian tersebut. Maka dari segi
sifatnya yang khusus tersebut, perjanjian multilateral sesungguhnya sama dengan
perjanjian bilateral, yang membedakan hanya dari segi jumlah pesertanya
semata. Sedangkan perjanjian multilateral yang bersifat umum, memiliki
corak terbuka. Maksudnya, isi atau pokok masalah yang diatur dalam perjanjian
itu tidak saja bersangkut-paut dengan kepentingan para pihak atau subjek hukum
internasional yang ikut serta dalam merumuskan naskah perjanjian tersebut,
tetapi juga kepentingan dari pihak lain atau pihak ketiga. Dalam konteks
negara, pihak lain atau pihak ketiga ini mungkin bisa menyangkut seluruh negara
di dunia, bisa sebagian negara, bahkan bisa jadi hanya beberapa negara saja.
Dalam kenyatannya, perjanjian-perjanjian multilateral semacam itu memang
membuka diri bagi pihak ketiga untuk ikut serta sebagai pihak di dalam
perjanjian tersebut. Oleh karenanya, perjanjian multilateral yang terbuka ini
cenderung berkembang menjadi kaidah hukum internasional yang berlaku secara
umum atau universal.
6. Perjanjian Internasional ditinjau dari kaidah hukum
yang dilahirkannya
Penggolongan Perjanjian Internasional
dari segi kaidah terbagi dalam 2 (dua) kelompok:
a. Treaty Contract. Sebagai perjanjian khusus atau
perjanjian tertutup, merupakan perjanjian yang hanya melahirkan kaidah hukum
atau hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang hanya berlaku antara pihak-pihak yang
bersangkutan saja. Perjanjian ini bisa saja berbentuk perjanjian bilateral
maupun perjanjian multilateral. Perlu menjadi catatan bahwa sebagaimana
sifatnya yang khusus dan tertutup menyangkut kepentingan-kepentingan para pihak
yang bersangkutan saja, maka tidak ada relevansinya bagi pihak lain untuk ikut
serta sebagai pihak di dalamnya dalam bentuk intervensi apapun, maupun
relevensinya bagi para pihak yang bersangkutan untuk mengajak atau membuka
kesempatan bagi pihak ketiga untuk ikut serta di dalamnya.
b. Law Making Treaty. Sebagai
perjanjian umum atau perjanjian terbuka, merupakan perjanjian-perjanjian yang
ditinjau dari isi atau kaidah hukum yang dilahirkannya dapat diikuti oleh
subjek hukum internasional lain yang semula tidak ikut serta dalam proses
pembuatan perjanjian tersebut. Dengan demikian perjanjian itu, ditinjau
dari segi isi atau materinya maupun kaidah hukum yang dilahirkannya tidak saja
berkenaan dengan kepentingan subjek-subjek hukum yang dari awal terlibat secara
aktif dalam proses pembuatan perjanjian tersebut, melainkan juga dapat
merupakan kepentingan pihak-pihak lainnya. Oleh karena itulah dalam konteks
subjek hukumnya adalah negara, biasanya negara-negara perancang dan perumus
perjanjian itu membuka kesempatan bagi negara-negara lain yang merasa
berkepentingan untuk ikut sebagai peserta atau pihak dalam perjanjian tersebut.
Semakin bertambah banyak negara-negara yang ikut serta di dalamnya maka semakin
besar pula kemungkinannya menjadi kaidah hukum yang berlaku umum. Law making
treaty ini pun dapat dijabarkan lagi berdasarkan jenisnya menjadi:
i. Perjanjian terbuka atau perjanjian umum yang isi atau masalah yang
diaturnya adalah masalah yang menjadi kepentingan beberapa negara saja.
ii. Perjanjian terbuka atau perjanjian umum yang isi atau masalah yang diatur
di dalamnya merupakan kepentingan sebagian besar atau seluruh negara di dunia.
iii. Perjanjian terbuka atau umum yang berdasarkan ruang lingkup masalah
ataupun objeknya hanya terbatas bagi negara-negara dalam satu kawasan tertentu
saja.
7. Perjanjian Internasional
ditinjau dari prosedur atau tahap pembentukannya
Dari segi prosedur atau tahap pembentukanya Perjanjian Internasional dibagi ke
dalam dua kelompok yaitu:
a. Perjanjian
Internasional yang melalui dua tahap. Perjanjian melalui dua tahap
ini hanyalah sesuai untuk masalah-masalah yang menuntut pelaksanaannya sesegera
mungkin diselesaikan. Kedua tahap tersebut meliputi tahap perundingan
(negotiation) dan tahap penandatanganan (signature). Pada tahap perundingan wakil-wakil
para pihak bertemu dalam suatu forum atau tempat yang secara khusus membahas
dan merumuskan pokok-pokok masalah yang dirundingkan itu. Perumusan itu
nantinya merupakan hasil kata sepakat antara pihak yang akhirnya berupa naskah
perjanjian. Selanjutnya memasuki tahap kedua yaitu tahap penandatangan, maka
perjanjian itu telah mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak yang
bersangkutan. Dengan demikian, tahap terakhir dalam perjanjian dua tahap,
mempunyai makna sebagai pengikatan diri dari para pihak terhadap naskah
perjanjian yang telah disepakati itu.
b. Perjanjian Internsional yang melalui tiga tahap. Pada
Perjanjian Internasional yang melalui tiga tahap, sama dengan proses Perjanjian
Internasionl yang melalui dua tahap, namun pada tahap ketiga ada proses
pengesahan (ratification). Pada perjanjian ini penandatangan itu bukanlah
merupakan pengikatan diri negara penandatangan pada perjanjian, melainkan hanya
berarti bahwa wakil-wakil para pihak yang bersangkutan telah berhasil mencapai
kata sepakat mengenai masalah yang dibahas dalam perundingan yang telah
dituangkan dalam bentuk naskah perjanjian. Agar perjanjian yang telah di
tandatangani oleh wakil-wakil pihak tersebut mengikat bagi para pihak, maka
wakil-wakil tersebut harus mengajukan kepada pemerintah negaranya masing-masing
untuk disahkan atau diratifikasi. Dengan dilalui tahap pengesahan atau tahap
ratifikasi ini, maka perjanjian itu baru berlaku atau mengikat para pihak yang
bersangkutan. Ditinjau dari sudut isi maupun materi dari perjanjian yang
dibentuk melalui tiga tahap ini, pada umumnya menyangkut hal-hal yang
mengandung nilai penting atau prinsipil bagi para pihak yang bersangkutan.
Hanya saja kriteria mengenai penting atau tidak pentingnya masalah tersebut,
ditentukan sepenuhnya oleh negara-negara yang bersangkutan.
4. Perjanjian Internasional ditinjau dari jangka waktu
berlakunya
Pembedaan atas Perjanjian
Internasional berdasarkan atas jangka waktu berlakunya, secara mudah dapat
diketahui pada naskah perjanjian itu sendiri, sebab dalam beberapa Perjanjian
Internasional hal ini ditentukan secara tegas. Namun demikian, dalam hal
Perjanjian Internasional tersebut tidak secara tegas dan eksplisit menetapkan
batas waktu berlakunya, dibutuhkan pemahaman yang mendalam akan sifat, maksud
dan tujuan perjanjian itu, karena hakikatnya perjanjian itu dimaksudkan untuk
berlaku dalam jangka waktu tertentu atau terbatas. Misalnya, jika objek yang
diperjanjikan itu sudah terlaksana atau terwujud sebagaimana mestinya, maka
perjanjian tersebut berakhir dengan sendirinya. Ada memang
perjanjian-perjanjian yang tidak menetapkan batas waktu berlakunya karena
dimaksudkan berlaku sampai jangka waktu yang tidak terbatas, sepanjang dan
selama perjanjian itu masih dapat memenuhi keinginan para pihak atau masih mampu
menyesuaikan diri dengan perkembangan umum, namun sesungguhnya perjanjian ini
tetap terbatas, yakni pada kebutuhan dan perkembangan zaman itu sendiri.
Dilihat dari sudut materinya, corak perjanjian ini merupakan perjanjian yang
mengandung kaidah hukum yang penting, terutama bagi para pihak yang
bersangkutan.
4.
Jelaskan
Tahapan pembuatan Perjanjian International
A. Perundingan
(Negotiation)
Tahap ini
merupakan langkah awal bagi negara-negara untuk menentukan objek perjanjian.
Pada tahap perundingan ini akan dibicarakan mengenai hak dan kewajiban yang
harus dilakukan setelah disepakati dalam perjanjian, termasuk keuntungan dan
kerugian serta mekanisme pelaksanaan perjanjian.
Dalam tahap
perundingan biasanya suatu Negara akan diwakili oleh kepala Negara, kepala
pemerintahan, menteri luar negeri, dan bisa juga oleh pejabat Negara yang
ditunjuk. Apabila yang mewakili adalah pejabat Negara lainnya maka memerlukan
surat kuasa penuh (Full power/ Credentials). Namun jika yang mewakili
adalah kepala Negara/pemerintahan, dan menteri tidak memerlukan surat kuasa
penuh .
Perundingan
yang dialakukan dalam perjanjian bilateral disebut dengan “talk”. Sedangkan
dalam perjanjian multilateral disebut dengan “diplomatic conference”.
B. Penandatanganan
(Signature)
Tahap ini merupakan tahapan yang penting
karena menjadi bukti nyata suatu Negara mengikat atau tidak dalam perjanjian.
Penandatanganan dapat dilakukan oleh kepala pemerintahan ataupun oleh menteri
luar negeri.
c. Persetujuan Parlemen ( The Approval of Parliament)
setelah perjanjian
international ditanbda tangani oleh menlu atau duta besar yang ditunjuk oleh Negara
atau mewakili setiap pemerintahannya ,naskah dibawah kesetiap Negara untk di
pelajari selanjutnya naskah dibawah ke Dewan Perwakilan Rakyat untk di pelajari
dan dibahas bersama- sama dengan pemerintah .tujuan pembahsanya adalah untk
diketahui apakah perjanjian international tersebut menguntungkan ,baik dari
segi kepentingan nasional maupun international ,,untuk disetujui atau Dewan
Perwakilan Rakyat dapat menolaknya
D.
Pengesahan (Ratification)
Pengesahan
atau ratification merupakan cara yang sudah melembaga dalam pembuatan
perjanjian internasional. Ratifikasi bertujuan memberikan kesempatan kepada
Negara-negara guna mengadakan peninjauan serta pengamatan apakah negaranya
dapat diikat oleh perjanjian itu atau tidak. Selain itu. dengan adanya
ratifikasi akan menumbuhkan keyakinan pada lembaga perwakilan rakyat bahwa yang
menandatangani isi perjanjian tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan
kepentingan rakyat.
5. Apa Yang dimaksud dengan Teori
Kebulatan Suara dan Pan- Amerika
Teori
persyaratan Perjanjian Internasional.
_Teori Kebulatan Suara yaitu perjanjian
internasional itu sah jika diterima oleh semua peserta dalam pembuatan
perjanjian tersebut.
_Teori Pan Amerika setiap perjanjian itu
mengikat negara yang mengajukan dengan menerima segala persyaratan yang ada
dalam perjanjian tersebut.